Sapaan Gembala

Perjuangan Yang Sejati

Penulis : Pdt Netsen | Sat, 1 April 2017 - 17:01 | Dilihat : 1615
Tags : Perjuangan Sejati

Situasi dan kondisi politik di Indonesia, khususnya di Jakarta menjelang pemilihan gubernur DKI senantiasa bergejolak. Segelintir orang akan merasa gelisah dan takut. Namun sesungguhnya kita tidak perlu khawatir dan takut, karena sesungguhnya masyarakat Indonesia memiliki banyak warga yang bisa memilah dan menyatakan sikap yang tepat untuk menetukan pemimpin yang tepat untuk suatu kedudukan yang tepat. Di tengah kondisi yang pelik seperti ini, orang-orang yang sadar akan pemeliharaan Tuhan bagi bangsa ini seyogyanya hadir untuk memberikan andilnya dalam membangun dan menciptakan bangsa sejahtera dengan pemimpin yang bersih, jujur dan berani memerangi praktik korup yang menawan bangsa. Kita percaya bagaimana intervensi Allah selalu ada di dalam setiap sendi kehidupan umat-Nya. Penyertaan Allah benar dan indah bagi orang yang diperkenan-Nya. Ia memiliki rancangan damai sejahtera bagi mereka yang dikasihiNya. Dalam PL, kita membaca kisah bangsa Israel, tatkala mereka berperang melawan musuh maka mereka akan menang ketika Allah berperang bagi mereka. Sebaliknya ketika Allah tidak berperang bagi mereka maka bangsa Israel dengan mudah dikalahkan oleh musuh. Kisah perjalanan dan peperangan kehidupan bangsa Isarel dalam PL tidak sekedar suatu fakta sejarah yang pernah ada, namun dibalik fakta sejarah tersebut ada suatu makna besar, yaitu kondisi hidup manusia yang berperang berjuang melawan dosa. Berperang melawan dosa adalah peperangan terbesar dalam sejarah manusia.

Dosa perlu dikalahkan. Manusia berdosa tidak akan bisa mengalahkan dosa. Dosa tidak bisa diselesaikan dengan manusia yang berdosa, dosa tidak bisa diselesaikan dengan darah kambing, domba serta binatang lainnya. Dosa hanya bisa diselesaikan dengan darah yang suci. Yaitu darah Yesus Kristus, Anak Allah yang telah mengambil rupa menjadi manusia. Darah Kristus adalah darah yang kudus. Penebusan yang dikerjakanNya adalah sempurna. Dia mati satu kali untuk selamanya, memberikan keselamatan bagi orang-orang yang diperkenanNya. Karena itu cinta kasih, penyangkalan diri, dan teladan telah dengan sempurna dinyatakan melalui kehadiran Kristus yang telah mengambil rupa menjadi manusia. Cinta kasih yang sempurna tidak dapat terlepas dari penyangkalan diri. Di dalam mengasihi, selalu ada hal yang perlu dikorbankan: waktu, uang, perasaan, bahkan nyawa. Ketika kita benar-benar berkomitmen untuk mengasihi seseorang, tidak sedikit hal yang kita ingin berikan baginya. Jangan berani berkata bahwa kita mengasihi, jikalau tidak berani berkorban baginya. Tanpa harus dipaksa pun, secara tidak sadar kita terkadang telah rela berkorban untuk orang yang kita kasihi.

Kasih Allah yang dinyatakan melalui Yesus Kristus tidak hanya sempurna, namun juga penuh dengan pengorbanan. Kasih Allah melebihi kasih orang tua, keluarga, sahabat, bahkan kekasih mana pun. Ia rela mengorbankan bukan hanya waktu, harta, hak, namun juga kemuliaan-Nya dan nyawa-Nya. Tidak ada seorang pun manusia yang memiliki hal ini. Yesus Kristus yang berinkarnasi menjadi manusia, Ia rela mengorbankan takhta-Nya dan lebih menderita dibandingkan ciptaan selama hidup-Nya di dalam dunia. Ia bahkan rela sebagai permulaan menjadi seorang bayi mungil yang lemah tak berdaya. Bukan hanya itu, Allah bangsa Israel yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir, yang memberikan kemenangan atas bangsa-bangsa yang menduduki Tanah Perjanjian, menyangkal diri-Nya dan rela dihakimi oleh bangsa itu.

Kristus kembali menjadi teladan dalam penyangkalan diri yang sempurna di dalam mengasihi. Ia menekankan bahwa barang siapa yang tidak memikul salibnya, maka ia tidak layak mengikut Kristus. Hidup yang telah ditebus seharusnya berani dan mampu untuk melewati batas kenyamanan. Dalam mengikut Kristus, kita harus berani mengorbankan banyak hal. Pertanyaan terlontar kembali, “Apakah kita telah betul-betul mengasihi Pencipta kita?” Jika jawabannya ya, maka berkorban demi Kristus seharusnya menjadi sukacita tersendiri untuk kita. Melihat kasih dan pengorbanan-Nya, apakah kita tidak malu jikalau kita terus berlari dari hadapan Allah? Ia mengorbankan Anak-Nya yang tunggal, agar kita dapat kembali kepada-Nya dan menikmati persekutuan indah dengan Dia. Allah tidak pernah melupakan anak-anak-Nya yang terhilang. Ia akan menjamu kedatangan mereka kembali, di saat mereka bertobat meminta ampun dan mengakui pemberontakannya. Apakah kita justru terus mengeraskan hati kita dan merasa bahwa kerohanian kita sudah cukup untuk membawa kita dekat kepada Allah?

Saat ini, peperangan utama telah dimenangkan oleh Kristus bagi umat yang percaya kepada Dia. Di lain sisi, pergumulan setiap harinya dengan dosa terus berlanjut di dalam diri setiap orang percaya. Karena itu, kita memerlukan teladan kasih dan pengorbanan dari Kristus. Tanpa mengenal Kristus, tidak ada kasih dan pengorbanan yang sejati. Bagi banyak orang, mengorbankan hidup untuk Allah memang tidak mudah. Namun kita seharusnya yakin dapat berusaha memperjuangkan hidup yang berkenan di hadapan Allah karena Kristus telah terlebih dahulu membawa kemenangan bagi kita. Kasih Allah dan pengorbanan-Nya bagi kita begitu besar.

Kata-kata tidak akan pernah cukup untuk dapat mendeskripsikannya. Merenungkan akan sengsara Tuhan Yesus, menuju Golgota dimana Dia akan mati menyerahkan nyawa-Nya seyognyanya membawa kita untuk hidup memuliakan Dia, mengucap syukur, setia dan rela dalam ketaatan yang penuh untuk melayani-Nya. Pdt. Netsen

Lihat juga

jQuery Slider

Komentar


Group

Top