Mengenal Alkitab

Manusia Lama Vs Manusia Baru

Penulis : Pdt Netsen | Thu, 27 April 2017 - 17:25 | Dilihat : 6170
Tags : Manusia Baru Manusia Lama

Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Efesus 4:19-20

Ayat sebelumnya, Paulus telah memberikan pernyataan yang tegas kepada orang percaya di Efesus. Supaya mereka yang telah hidup di dalam Tuhan tidak memiliki cara hidup yang sama dengan mereka yang tidak hiduap dalam Kristus. Bagaimana kehidupan mereka yang di luar Kristus? Paulus menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikiran yang sia-sia, pengertian mereka gelap, jauh dari persekutuan dengan Allah. Hal tersebut dikarenakan kebodohan yang ada dalam diri mereka dan karena kedegilan hati mereka.

Di dalam ayat 19 ini, Paulus melanjutkan kembali seperti apa dan bagaimana gambaran kehidupan manusia lama, yaitu kehidupan yang tidak mengenal Allah. Paulus menyebut bahwa perasaan mereka tumpul. Mengapa perasaan mereka tumpul dan apa yang menyebabkannya? Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki pengenalan akan Allah. Kepada Timotius yang juga sebagai pelayan bagi jemaat di Efesus, Paulus mengatakan, bahwa hati nurani mereka telah ditipu dan diperdaya oleh para pendusta. dikatakan bahwa hati mereka telah di cap dengan ajaran pendusta (1 Tim. 4:2). Ini adalah salah satu pekerjaan iblis. Iblislah yang melakukan tipu daya dan melakukan dusta, ia adalah pendusta dan bapa segala dusta (Yoh. 8:44).

Selanjutnya Paulus menggambarkan bagaimana kehidupan mereka yang tanpa Allah. Mereka tidak hanya memiliki perasaan yang tumpul. Mereka juga menyerahkan diri kepada hawa nafsu. Hawa nafsu atau yang juga disebut aselgeia dalam bahasa Yunaninya. Secara harafiahnya, kata tersebut diartikan sebagai kesiapan untuk setiap kesenangan. Kesenangan yang dimaksud adalah kesenangan dalam perbuatan keberdosaan. Orang yang melakukannya tidak mengenal pengadilan diri dan tidak segan-segan melakukan apa saja, sekalipun ia tahu hal itu menyangkut keangkaramurkaan yang tidak mengenal susila. Josephus seorang sejarahwan dan sastrawan Yahudi pernah mengenakan pengertian itu bagi Izebel ketika ia bermaksud mendirikan kuil untuk Baal di Yerusalem. Gagasan yang ada di dalam hawa nafsu itu ialah adanya seseorang yang begitu bernafsu sehingga ia tidak peduli lagi terhadap apa yang akan dikatakan atau dipikirkan orang tentang dia. Kondisi orang berdosa yang telah mati nurani dan perasaannya akan secara aktif menyerahkan dirinya dalam melakukan kejahatan.

Gambaran lain dari kehidupan orang yang tidak memiki pengenalan akan Allah adalah mereka mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Kecemaran, dalam bahasa Yunani adalah akatharsia. Kata tersebut dapat dipakai dalam pengertian yang menggambarkan nanah pada suatu luka yang belum sembuh; atau tanaman yang belum pernah dirapikan; atau barang-barang yang tidak pernah diatur. Dalam bentuk positifnya, katharos, adalah kata sifat yang berarti murni. Kata tersebut banyak digunakan dalam hubungan pengontrakkan rumah, di mana rumah yang ditinggalkan dalam keadaan bersih dan baik. Namun penggunaan kata yang paling sering dari kata katharos selalu dihubungkan dengan upacara pembersihan diri yang harus dilakukan seseorang yang akan menghadap kepada ilah sesembahnya. Jadi kecemaran adalah sesuatu yang membuat manusia tidak layak datang ke hadapan Allah. Kecemaran adalah segala sesuatu yang memisahkan manusia dari Allah. Kecemaran juga menunjuk pada kenajisan yang secara umum terjadi. Hal tersebut bukan saja sekedar tenggelam di dalam kecemaran namun tenggelam di dalamnya dengan nafsu yang serakah menginginkan sesuatu yang lebih untuk kepuasan diri. Ini adalah gambaran sifat tidak pernah puas yang diakibatkan oleh nafsu dosa.

Ketiga gambaran tersebut di atas Paulus kenakan pada kehidupan orang yang tidak mengenal Allah. Melalui Efesus 4:19 memberi tahu kita bahwa orang-orang dunia ini berbuat dosa dan senang berbuat jahat dikarenakan mereka telah membunuh nurani mereka. Mereka tidak hanya membiarkan nuraninya ditipu dan diperdaya oleh pendusta, namun mereka sendiri secara aktif menyerahkan nafsu dosa dan serakah dalam kecemaran. Ketika seseorang berbuat dosa dan kejahatan maka nurani dan perasaan-perasaannya terhadap kebenaran mulai terkikis dan lambat laun bila terus dibiarkan akan menuju pada nurani yang mati. Karena itu, ketika orang berbuat dosa atau kejahatan maka dia mengesampingkan perasaan-perasaannya. Ketika seseorang menipu, mencuri, memukul orang lain, merampok, atau melakukan berbagai perbuatan buruk dan jahat lainnya, ia pasti mengesampingkan perasaannya. Semakin dalam seseorang berbuat dosa dan berbuat jahat, ia pasti semakin jauh menyingkirkan perasaan batinnya.

Tetapi tidak demikian dengan kamu, Paulus berkata kepada orang percaya di Efesus. Dia menyatakan dengan tegas suatu komparasi yang tajam antara orang yang tidak mengenal Allah dengan orang yang telah hidup dalam pengenalan akan Allah. Orang percaya di Efesus telah belajar mengenal Kristus. Dan konsekuensi hidup dari pengenalan akan Kristus adalah hidup dalam kebenaran-Nya. Mereka memiliki perasaan dan nurani yang telah diperbaharui oleh Allah, taat dan peka pada pimpinan Roh Kudus untuk melakukan kebajikan. Orang yang telah belajar dan memiliki pengenalan akan Allah akan menyerahkan kehendak mereka pada Allah untuk dipimpin dan dituntun oleh-Nya. Mereka tidak hidup dalam keserakahan dan dalam kecemaran melainkan menjaga kekudusan hidup. Mereka akan membenci dosa dan memiliki kegelisahan dalam batinnya ketika telah melakukan dosa serta memiliki kesadaran untuk kembali kepada kebenaran Allah oleh tuntunan Roh Kudus. Mereka akan bersukacita dalam melayani Allah. Itulah kehidupan manusia baru, dalam Kristus. Amin. Pdt. Netsen

Lihat juga

Komentar


Group

Top