Mengenal Alkitab tentu beda dengan mengenal buku biasa, buku biasa untuk kita kenal cukup membaca, dan tahu siapa pengarangnya kalau buku biasa gunanya hanya sekedar tahu isinya atau mungkin pengetahuan lain untuk menambah pengalaman dan wawasan kita. Mungkin di dunia pendidikan, di dunia bisnis atau di dunia politik dan lain-lain, jika buku biasa sering kita baca, maka bisa timbul rasa bosan dan akhirnya buku tersebut menjadi pajangan dan bukan sesuatu yang menarik atau bisa juga disebut usang.
Bagaimana dengan Alkitab yang biasa diistilahkan “buku di atas segala buku” satu Alkitab terdiri dari enam-puluh enam buku, buku sebanyak ini bisa menjadi satu perpustakaan kecil, bukan? namun itulah salah satu kelebihan Alkitab dibandingkan dengan buku yang lainnya kelebihan lainnya tidak bosan membacanya sebab tulisan di dalamnya sangat bermanfaat (baca, 2 Tim. 3;16).
Untuk memahami dan mengenal Alkitab, tidak cukup hanya dibaca dan direnungkan sehingga kita memutuskan bahwa Alkitab adalah firman Allah, benarkah itu.? Tentu di dalam iman Kristiani sah-sah saja, tetapi tulisan di dalam Alkitab yang telah menginspirasikan para nabi dan juga para rasul, tentu kata-kata serta kalimat yang telah dituangkan di dalam Alkitab memerlukan tafsiran, apa sebabnya harus ditafsirkan, karena latar belakang, beda zaman, letak, gaya bahasa, situasi dan kondisi atau juga maksud dan tujuan penulis, hal ini perlu untuk kita ketahui.
Oleh karena itu, Paulus mengatakan bahwa seluruh kitab suci di ilhamkan oleh Roh Allah (2 Tim. 3:16). artinya kata seluruh disini, menunjukkan bahwa Alkitab adalah seratus persen firman Allah dan tanpa salah, sehingga Alkitab wajar jikalau mendapat satu julukan “ buku di atas segala buku”.
Banyak ahli teologi yang telah menyelidiki Alkitab kemudian menolak kewibawaannya. Menurut mereka Allah memang memakai Alkitab, tetapi Alkitab adalah hasil pekerjaan manusia yang mengandung banyak kesalahan dan kekeliruan, anggapan-anggapan semacam ini dibukukan dan dipublikasikan dalam buku-buku teologi yang sekarang ini dipasarkan di Indonesia.
Kita meyakini bahwa para penulis Injil tidak senetral dan seobyektif mungkin, tetapi data-data yang mereka bukukan yang sudah menjadi sebuah tulisan kita harus menerima sebagai data-data historis yang akurat. Secara teologi bahwa iman kita tidak berdasarkan atau bersandar pada pandangan para penulis Injil, tetapi berdasarkan Yesus yang menjadi sumber historis itu sendiri, sehingga Alkitab pun bukan hanya dipandang sebagai sebuah sejarah belaka, tetapi harus dipandang sebuah sejarah yang diinspirasikan Allah langsung kepada penulis sehingga mereka dapat menulisnya dan menjadi sebuah buku yang patut kita hargai karena di dalamnya terkandung kalimat-kalimat yang datang dari Allah sendiri.
Sehingga kita patut bersyukur bahwa firman Allah dapat mengubah hidup, asal orang yang membancanya mau menerima Yesus Kristus di dalam hidupnya dan menerima firmanNya melalui Alkitab yang menjadi sumber kehidupan untuk menuntun orang dari kegelapan menuju terangnya yang ajab. Tuhan Yesus memberkati.