Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita disiplin dalam melakukan banyak hal. Misalnya disiplin belajar, bekerja, berolaraga, bangun tidur, diet, menabung, mengelolah usaha dan lain sebagianya. Tetapi bagaimana dengan ibadah kepada Allah? Apakah kita termasuk orang yang selalu melatih diri untuk disiplin dalam membangun relasi dengan Dia? Ibadah kepada Allah seharusnya jauh lebih penting kita lakukan dengan disiplin. Mengapa demikian? Karena itu sangat berguna bagi kehidupan kerohanian kita. Seperti yang tertuang dalam 1 Tim. 4:7b-8:“… Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”. Jika kita sehat secara rohani, fondasi hidup kita pun akan semakin kuat, sehingga seberat apa pun badai kehidupan menerpa kita akan tetap tegak berdiri dan tak tergoyahkan.
Disiplin adalah istilah metaforis yang diambil dari para pegulat yang bergumul demi suatu hadiah. Ini merupakan tekad hati untuk mengerahkan segenap tenaga dan kekuatan. Paulus menantang Timotius untuk membayar berapapun harganya demi kesalehan atau perkenanan Allah. Kita wajib meneladani kapten surgawi kita dengan kegigihan dan kerja keras, bukan bermalas-malasan. Singkirkan rintangan apapun, karena hidup berkenan kepada Allah tidak dapat dilakukan sambil lalu, sebaliknya hal ini harus menjadi urusan utama.
Allah adalah kebaikan tertinggi dan warisan pusaka termahal yang kita miliki. Sehingga seharusnya Dialah yang harus selalu pertama kita jumpai dan cari dalam hasrat hidup beriman. di dalam Alkitab, kita dapat dengan mudah menemukan perintah untuk mencari Tuhan, “Carilah Tuhan, dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu (1 Taw. 16:11; Mzm. 105:4), Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! (Yes. 55:6). Carilah Aku, maka kamu akan hidup (Am. 5:4), senada dengan itu, Yesus berkata, carilah dahulu kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya…”(Mat. 6:33). Namun sayangnya, dalam labirin kehidupan, kalau kita mau jujur, yang pertama kita cari bukan Dia, tetapi yang lain, seperti berkat-berkat-Nya, seperti berkat kesembuhan, bertambahnya aset dan omset, naik jabatan, berkat kekuasaan, popularitas dan lain-lain. Pernahkah kita memikirkan hal yang lebih utama tentang Dia. Pernahkan kita berdoa bagaimana untuk menjadi lebih taat dan setia pada-Nya dan meminta di hajar-Nya ketika menyimpang dari kebenaran-Nya. Mungkin itu menjadi permintaan yang langka keluar dari mulut kita. Pernahkah kita meminta untuk hidup kudus dan saleh di hadapan-Nya? Sehingga hidup kita berpadanan dengan Injil-Nya.
Hidup kudus merupakan penyembahan atau ibadah dari hati dan kehidupan yang selaras dengan kehendak-Nya yang telah difirmankan. Kita wajib memberikan kasih, kesukaan maksimal, kesusahan terdalam, iman terkuat dan kegentaran terbesar kita kepada-Nya. Takut akan Allah harus ditempatkan di pintu hati kita untuk memfilter segala sesuatu yang masuk, supaya jangan sampai ada virus dosa yang sekecil apa pun yang menyelinap masuk, lalu menghacurkan seluruh sendi ketaatan di dalam kehidupan kita.
Kesalehan adalah ibadah kepada Allah yang bekerja di dalam hati dan tindakan hidup sehari-hari yang terlihat di luar. Hati yang Saleh sangat diperkenan Allah dan kehidupan yang saleh sangat memuliakan Dia. Di dalam hati orang saleh, meskipun masih tersisa beberapa dosa, bukan berarti ia menyukai dosa di dalam kehidupannya sekalipun masih tersisa dosa, dosa itu tidak lagi berkuasa. Hatinya selaras dengan natur Allah dan hidupnya dapat dipertanggungjawabkan terhadap hukum Allah. Bagian terbesar dari kehidupan kesalehan orang percaya tersimpan di dalam hatinya.
Orang percaya tidak dapat mengabaikan tentang kesalehan hidup. Kesalehan adalah panggilan orang percaya yang untuknya dia ditempatkan di dunia ini, yaitu mendahulukan pelayanan kepada Allah yang telah menciptakan, menebus dan memelihara kehidupannya. Mendahulukan Allah dari pada yang lain bahkan daripada dirinya sendiri. Orang percaya harus mengejar kekudusan dan kesalehan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan (Ibr. 12:14)
Oleh sebab itu, jangan membiarkan dan memberikan peluang pada urusan duniawi mengalahkan urusan surgawi. Persembahkanlah kepada Allah semua afeksi yang terbaik. Hal ini tentu tidak mudah, karena itu perlu melatih diri secara terus menerus, latihlah diri kita beribadah kepada Allah hingga ibadah menjadi hidup kita. Menjadi kesukaan kita orang percaya. Amin