Galatia 6 : 2 “ Bertolong-Tolonganlah Menanggung Bebanmu! Demikianlah Kamu Memenuhi Hukum Kristus “
Ternyata sudah sejak awal gereja berpegang pada pola hidup saling tolong menolong atau bergantung kepada sesama. Untuk memasuki kalimat berikutnya, mari kita melihat kenyataan hidup yang sering kali kita temui di dalam ke kehidupan sehari-hari, misalnya saya dua bulan sekali pergi ke Salon untuk pangkas rambut, saya perhatikan tukang pangkasnya begitu mahir memangkas rambut konsumennya, bahkan berbagai model rabut mereka tahu bagaimana potongan yang dimaksud, coba lihat kepala orang yang keluar dari Salon begitu cantik dan menarik, akan tetapi jika rambut tukang pangkasnya panjang dan ingin dirapikan, bisakah ia merapikan sendiri?, tentu tidak bisa, ia pasti memerlukan pertolongan orang lain.
Di satu bidang kita tidak perlu pertolongan orang lain, namun disatu bidang lainnya kita sangat memerlukan bantuan orang lain. Bidang yang tidak perlu bantuan orang lain misalnya pindahkan pot bunga di pekarangan rumah, kegiatan seperti ini bisa dilakukan seorang diri dan tidak perlu bantuan orang lain ada banyak hal yang bisa kita lakukan sendiri, namun tidak sedikit kegiatan yang juga bergantung kepada orang lain.
Jikalau kita tidak perlu bantuan orang lain berarti kita bisa mandiri, mandiri berarti bebas dari campur tangan dan bantuan orang lain. Dengan kata lain orang yang mandiri bisa membuat keputusan sendiri, menjaga diri sendiri. Pemuda remaja tidak mau diatur oleh orang tuannya, yang sering terjadi adalah omelan dari remaja itu sendiri, “ aku tahu! Ngak usah dibilangin, aku ndak perlu diatur, bahkan pernah saya dengar orang tua yang sudah lanjut usia, berkata saya tidak mau merepotkan anak-anak saya artinya dia ingin mandiri.
Meskipun kita mampu mandiri, mustahil kita bisa mandiri dalam segala hal, dalam hal tertentu kita juga bergantung kepada orang lain. Kembali pada ayat di atas bahwa ayat itu merupakan lanjutan dari perikop yang ada di atasnya, yaitu tentang pola hidup menurut Roh. Di situ tertulis, “ tetapi buah roh ialah: kasih sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” (Gal. 5:22-23).
Kaitan dengan kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa pola hidup saling menolong merupakan implikasi buah Roh. Hidup bukan hanya menolong orang lain, melainkan juga mau ditolong orang lain, kita hidup bukan hanya untuk orang lain melainkan juga dari orang lain itulah atinya bertolong –tolonganlah saling menolong saling bergantung. Tetapi keliru jika kita terus menerus ingin bergantung, dan terus ditolong. Itu adalah mental parasit menempel di pohon yang masih hidup yang kerjanya tinggal makan tidak perlu mencari, karena yang mencari sudah ada, yaitu akar pohon yang dia menempel dan ini dikategorikan adalah kemalasan, akan tetapi keliru jika kita sama sekali tidak mau bergantung atau tidak mau ditolong itu adalah kesombongan.
Dengan demikian sungguh sombong untuk beranggapan bahwa kita tidak memerlukan gereja lain, gereja kita kuat besar kita mandiri dalam segala hal. Apapun kita bisa sediakan entah itu materi, sumber daya manusianya, dan lain sebagainya hal ini membatasi kita untuk tidak memerlukan bantuan orang lain.
Sungguh mulia jika implikasi buah roh itu terjadi dalam hidup kita suka memberi pertolongan, namun sewaktu waktu kita juga memberi kesempatan kepada orang lain untuk menolong kita. Sekuat-kuatnya kita sekarang suatu saat kita pasti membutuhkan pertolongan karena kita ada pada waktu yang lemah, jangankan berjalan menyuapin nasi dimulut saja tidak bisa, ambil air minum tidak bisa, ke toilet pun harus dituntun bahkan sepanjang hari perlu ditolong. Sekarang kuat besok lemah, sekarang tertawa besok menangis, sekarang mandiri besok bergantung. Sangat mulia jika sekarang ini kita bisa menolong orang. Beban bukan hanya ada sekarang besok pun ada.
