Sapaan Gembala

Hati-Hati Dengan Hati

Penulis : Pdt Gelen | Sat, 19 March 2022 - 10:00 | Dilihat : 6384
Tags : Gelen Marpaung Hatihati Hatihati Dengan Hati

“Dalam laut bisa diduga, dalam hati siapa tahu”, demikian bunyi peribahasa Indonesia yang memiliki makna bahwa isi hati seseorang tidak dapat ditebak. Peribahasa di atas merupakan kebenaran umum yang rasanya sulit disangkal. Hati manusia, secara bentuk fisik begitu kecil, mungkin hanya seukuran kepalan tangan. Namun ketika hati dimaknai secara figuratif atau simbolis, hati manusia begitu luas (panjang dan lebar), begitu tinggi, begitu dalam. Nyaris tanpa batas. Kedalaman palung laut Mariana dapat diukur dengan echo sounder yang memakai gelombang sonar. Tingginya puncak Mount Everest dapat diukur secara akurat dengan altimeter. Bagaimana dengan hati manusia? Teknologi termutakhir sekalipun belum mampu mengukur dan memetakan secara akurat hati manusia. Ironis, bukan?

Sejak permulaan manusia diciptakan, dosa merasuk ke dalam hati untuk kemudian merusak hidup manusia. Sebelum Hawa memakan buah terlarang, selain karena bujuk rayu iblis, hati manusia men-drive apa yang kemudian dimanifestasikan dalam tindakan dosa. “Perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya … (Kej. 3:6).

Hati merupakan pusat pertimbangan manusia yang seharusnya membantu untuk mengambil keputusan yang benar dan bijaksana. Karena itu tidaklah keliru jika orang yang berbuat jahat, apalagi dalam intensitas tinggi, kerap dijuluki sebagai ‘orang yang tidak punya hati’. Biasanya dalih ‘khilaf’ akan diajukan orang ini, sekadar untuk menghindari tanggung jawab dan mengurangi hukuman yang mungkin akan dijatuhkan.

Dosa kedua dalam dunia, yang berupa tindak pidana pembunuhan berencana oleh Kain kepada Habel, adiknya, bermula dari hati yang tidak terkendali oleh kebenaran dan kuasa ilahi. Kitab Suci mencatat demikian, “… tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram (Kej. 4:5). Tuhan sudah memberikan warning (Kej.4:7), tetapi Kain lebih menuruti kata hatinya yang sudah telanjur panas (Kej. 4:8).

Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, kecenderungan hati manusia memang jahat (Kej. 6:5). Namun, bagi orang yang sudah menerima anugerah keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, potensi untuk tidak berbuat dosa diberikan kepada manusia tebusan. Hati menjadi arena pertempuran antara keinginan berdosa dengan keinginan untuk hidup kudus.

Oleh karena itu, memberikan nutrisi terbaik bagi hati kita adalah tindakan yang penting dan mendesak dan perlu dilakukan secara konsisten dan kontinu. Sayangnya, banyak orang yang lebih concern pada kesehatan fisik ketimbang kesehatan hati. Padahal, kesehatan hati sangat berkorelasi bahkan menjadi booster kesehatan fisik. Hati yang gembira membuat muka berseri-seri (Ams. 15:13), hati yang gembira adalah obat yang manjur (Ams. 17:23).

Tuhan mengubahkan dan memulihkan hati orang yang telah dilahirbarukan oleh karya Roh Kudus, namun Tuhan juga meminta kepada orang yang sudah diselamatkanNya untuk bertanggung jawab menjaga hati agar semakin hari semakin condong kepada kebenaran Allah di dalam firmanNya. Penulis Amsal memberikan nasihat yang sangat bijaksana, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Ams. 4:23).

Akhirnya, izinkan penulis me-wrap up sapaan gembala ini dengan nasihat, “Hati-hati dengan hati. Ada Sang Maha Pemerhati yang dengan hati-hati akan terus memerhatikan hati dengan teliti. Selamat menjaga hati, sehingga pembaca yang budiman terus menjadi orang yang ‘punya hati’. In short, Hati-hati dengan hati!

Lihat juga

Komentar


Group

Top