PENOLONG YANG SEPADAN
(Kejadian 2:15-25)
Sebelum menciptakan Adam dan Hawa, Allah mengatakan ciptaan-Nya “baik” (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25). Setelah Adam dan Hawa ada, Ia mengatakan “sungguh amat baik” (Kej 1:31). Ketika manusia seorang diri saja, Allah mengatakan bahwa itu “tidak baik” (Kej 2:18). Allah menciptakan perempuan sebagai penolong yang sepadan bagi Adam (lit. “penolong yang sesuai di hadapan”). Apakah arti penolong yang sepadan dalam teks ini?
Pertama, Istri menjadi partner suami dalam ibadah kepada TUHAN (ayat 15-17). Kata “menempatkan” dalam Kejadian 2:15 berbeda dengan kata “menempatkan” biasa yang ada dalam Kejadian 2:8. Pada ayat 15, kata ”menempatkan” secara khusus dipakai untuk keselamatan/istirahat yang diberikan Allah (Kej. 19:16; Ul. 3:20; 12:10; 25:19) atau penempatan sesuatu sebagai dedikasi/persembahan pada Allah (Kel. 16:33-34; Im. 16:23; Bil. 17:4; Ul. 26:4, 10). Pada ayat-ayat tersebut terlihat bahwa manusia ditempatkan di Taman Eden dalam konteks ibadah kepada TUHAN. Terjemahan “untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (ay. 15; EV’s “it”) sebenarnya kurang tepat. Terjemahan literal ayat 15 adalah “mengusahakannya dan memeliharanya”. Kata “Nya” di sini berbentuk feminin, sehingga tidak mungkin merujuk pada “taman” yang berjenis kelamin “maskulin”. Berdasarkan hal ini, sebagian sarjana menerjemahkan menjadi “untuk beribadah dan menaati”. Hal ini dikuatkan dengan fakta bahwa “pengusahaan tanah” adalah akibat dari dosa (Kej 3:23).
Kedua, Istri menjadi pasangan yang paling sesuai untuk laki-laki (ay. 19-22). Tujuan Adam menamai semua binatang adalah untuk mencari penolong yang sepadan. 1) Ayat 19 dimulai dengan kata sambung “lalu” yang menunjukkan hubungan ayat 19 dengan 18. 2) Ayat 20 menyatakan “...tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia”. Hal ini menunjukkan bahwa binatang bukanlah pasangan yang sesuai untuk laki-laki. Kata “penolong” tidak berarti “subordinate”, karena kata Ibrani yang sama sering dipakai untuk TUHAN sebagai penolong Israel (Kel 18:4; Ul 33:7, 16, 29; Mzm 33:20; 115:9-11; 124:8; 146:5). Kata “rusuk” merupakan hasil pemahaman orang modern tentang nama-nama tulang. Dalam bahasa Ibrani, kata yang dipakai berarti “samping” (Kej 25:12, 14; 37:3, 5; Kel 26:20; 36:25). Pengambilan tulang samping ini oleh para rabi dimengerti sebagai bentuk kesesuaian yang ideal. Istri diciptakan dari tulang rusuk untuk menjadi pendamping dan dekat di hati. Istri tidak diciptakan dari tulang kepala supaya menjadi pemimpin laki-laki maupun dari tulang kaki untuk diinjak-injak laki-laki. Dominasi laki-laki atas perempuan terjadi akibat dosa (Kej 3:16; 1Tim 2:12-14).
Ketiga, Istri menjadi pasangan yang paling dekat dengan laki-laki (ayat 23-25). Allah tidak menciptakan perempuan dari tanah, tetapi dari tulang dan daging Adam. Ketika Allah menciptakan binatang di ayat 19-20, sebagai “kemungkinan pasangan” bagi Adam. Ia menciptakan mereka dari tanah (bandingkan dengan Kej 1:20-25 ketika Allah menciptakan binatang melalui perkataan saja). Proses penciptaan perempuan ini menunjukkan bahwa Allah ingin menekankan kedekatan antara suami dan istri. Kata “meninggalkan” (Yer. 1:16; 2:13, 17, 19:5:7; 16:11; 17:13; 19:4; 22:9) dan “bersatu” (Ul. 4:4; 10:20; 11:22; 12:4; 30:20) di ayat 25 biasanya dipakai dalam konteks perjanjian antara bangsa Israel dan TUHAN. Hal ini mengindikasikan bahwa pernikahan merupakan sebuah perjanjian yang sifatnya sangat mengikat. Suami harus meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan istrinya (ay. 25). Orang Yahudi memang tidak mempraktekkan ayat ini secara literal dan mutlak (orang tua tetap tinggal dengan anak-anaknya yang sudah menikah). Mayoritas sarjana bahkan berpendapat bahwa “bersatu dengan istrinya” berarti “tinggal dengan istri dan orang tuanya (mertua)”. bagaimanapun, ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa hubungan suami-istri seharusnya lebih dekat daripada hubungan orang tua-anak (band. 1 Sam. 1:8).
Allah menciptakan perempuan sebagai pasangan yang sejajar dan sesuai bagi laki-laki. Proses penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam menyoroti kesesuaian yang ideal antara suami dan istri. Ini menunjukkan bahwa Allah secara sengaja membentuk ikatan yang erat antara laki-laki dan perempuan. Istri bukanlah sekadar pembantu atau bawahan laki-laki, tetapi merupakan mitra yang setara dalam kehidupan dan ibadah. Peran istri sebagai penolong yang sejajar adalah untuk menjadi pendamping yang dekat di hati bagi suaminya, bukan untuk menguasai atau diperlakukan secara tidak adil. Allah ingin menekankan kedekatan yang seharusnya ada antara suami dan istri. Proses penciptaan perempuan dari tulang dan daging Adam menunjukkan bahwa pernikahan adalah hubungan yang sangat erat dan keterikatan yang kuat di antara keduanya. Hubungan suami-istri dipandang sebagai perjanjian yang sangat mengikat. Suami dan istri diharapkan untuk meninggalkan orangtua mereka dan bersatu satu sama lain (suami dan istri), menunjukkan komitmen yang mendalam dalam hubungan pernikahan. Dengan demikian, "Penolong yang Sepadan" merujuk pada peran istri sebagai mitra setara dan pendamping yang dekat bagi suaminya, membentuk hubungan yang erat dan keterikatan yang kuat dalam pernikahan yang didasarkan pada komitmen dalam ikatan kasih Kristus (Ef. 5:22-33). Amin…?