"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. " (Yoh 8:12)
Ini adalah salah satu pernyataan Tuhan Yesus tentang DiriNya yang terkenal. Sebagai Terang dunia, seperti dicatat Yohanes, Yesus menjamin bahwa siapapun yang berada di dalam Dia tidak akan tinggal di dalam kegelapan (Yoh 9:5; 12:46). Dalam terang itu ada sumber kehidupan. Di mana manusia yang berada atau memiliki terang itu tidak akan mungkin dikuasai oleh kegelapan (Yoh 1:4-5). Betapa besar anugerah dan jaminan itu. Yang olehnya manusia bukan saja bisa mentas dari pekatnya dosa, tapi juga mampu mengubah situasi dari terkuasai (gelap) menjadi menguasai. Sebab amat sangat mustahil ada terang yang diselimuti oleh kegelapan. Betapapun kecil terang itu. Betapapun kecil pelita yang dipunya, teap masih bisa menguasai kegelapahn yang ada. Terang tetap akan nampak, akan terlihat, sehingga kegelapan tak mungkin menguasainya.
Tapi di kitab suci juga mencatat, bahwa ada satu kondisi dimana “terang” itu dikuasai kegelapan. Rasanya mustahil ada terang dikuasai oleh kegelapan, Mustahil terang redup dipekatnya malam.. Bukankah makin pekat kegelapan, makin terasa pula manfaat sinar lentera bagi mata. Tapi tiga buku Injil mencatat bahwa ada satu-satunya masa di mana terang itu dikuasai oleh kegelapan. Masa itu ada lebih dari dua ribu tahun silam, tepatnya ketika Kristus ada di tiang salib.
Tiga jam lamanya setelah Yesus disalib, tepat tengah hari, muncul kejadian yang aneh. Kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai tiga jam lamanya ( Mat 27:45). Kegelapan di Penyaliban bukan peristiwa fenomena atau gejala alam biasa, seperti matahari tertutup awan. Atau seperti gerhana matahari. Kegelapan yang pekat itu dicatat kitab suci justru terjadi ketika matahari harusnya bersinar paling terang dan paling terik (Mat 27:45). Ini juga bukan gelap biasa. Lukas menyajikan dengan redaksi berbeda, bahwa matahari saat itu tidak bersinar sama sekali (Luk 23:45).
Bukankah Kristus Sang empunya terang? Bukankah Kristus adalah Sang Terang, yang TerangNya mampu menguasai kegelapan. Tapi mengapa di Akhir hidupNya, Dia justru rela dikuasai oleh kegelapan. Bukankah dalam situasi yang gelap itu harusnya Dia mampu memancarkan sinar yang lebih terang dari sinar manapun, seperti kelak akan Dia tunjukkan kepada Paulus. Tapi mengapa Dia merelakan diri justeru diselimuti oleh pekatnya kegelapan. Padahal Dia adalah empunya Terang, dan Terang itu sendiri, yang seharusnya tidak mungkin kegelapan bisa menguasasi.
Pak Tong dalam bukunya, atau lebih tepat merupakan resume dari khotbah yang pernah disampaikannya menunjukkan, bahwa ini adalah personifikasi Alam yang terngah berbicara. Menunjukkan betapa alam pun tidak setuju dengan perbuatan keji manusia. Menunjukkan bahwa alam pun malu menampakkan cerah wajahnya. Sebab bagaimana mungkin alam tersenyum, ketika sang empunya alam harus merelakan dirinya mengalami derita. Ini juga sekaligus menujukkan bahwa Allah pun berbicara melalui Alam. Alam tidak mengerti dan memahami batin Bapa, tapi Allah memakai alam untuk berbicara tentang suara hati sang ilahi.
Sepekan lalu kita sudah peringati bersama pengorbanan Kristus dikayu Salib untuk menebus dosa kita semua. Sang Terang yang merelakan diri terselimuti oleh kegelapan, bisa disebut sebagai bentuk pengorbanan. Betapa tidak, Dia sang empunya, sang pemilik, bisa berbuat sesuatu dengan memanfaatkan terang itu, tapi di saat paling membutuhkan, saat itulah Dia harus merelakan diri untuk membatasi. Sang terang yang terselimuti gelap, betapa besar pengorbananMu, untuk menebus pekatnya dosaku. Slawi