“Tidak ada keberhasilan tanpa sebuah perjuangan”. Sebuah slogan yang dimunculkan oleh orang-orang hebat yang sudah mencapai tingkat keberhasilan yang baik. Hanya orang-orang yang punya kemauan yang kuat yang terus memelihara semangat perjuangan itu. Sekarang bagaimana dengan kita?
Seorang guru bela diri memuji muridnya, dan berkata:“Anda pintar tapi bodoh”, bagaimana mungkin bisa seperti itu. Tetapi itulah kenyataannya. Dengan perjuangan, muridnya berhasil menjadi orang pintar atau berprestasi dalam bela diri, tapi sayang dia rusak dalam prilakunya.
Dalam Alkitab dijelaskan “Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Daniel 3:16-18). Keberimanan sekaligus tindakan nyata menjadi kehormatan besar bagi mereka. Perjuangan untuk tetap taat kepada Allah jauh lebih penting walau nyawa jadi taruhannya.
Gereja dituntut untuk hidup berjuang, bukan hanya sekedar percaya kepada Yesus Kristus. Orang percaya harus bertanding dan menyelesaikan pekerjaannya. Tidak mudah menyerah dan putus asa. Rasul Paulus pernah berkata dalam 2 Timotius 4 : 7-8 “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya. Perjuangan Paulus tidaklah mudah, tetapi ia mampu menyelesaikannya.
Semangat yang digambarkan Alkitab harusnya membuat gereja bertumbuh ke arah yang benar. Konsekwensi dari sebuah tindakan nyata, tidak membuat seseorang menjadi pengecut. Keyakinan kebenaran adalah kekuatannya. Namun kadangkala, gereja bertumbuh ke arah yang salah. Kebenaran hanya sebatas kata, jauh dari tindakan nyata. Berkata mengasihi dan mencintai kebenaran, orang disamping kitapun tak dianggap. Ke gereja sebatas membahas program gereja, bersekutu sebatas menilai kelemahan dan kekurangan orang. Kalau demikian celakalah gereja! Orang percaya dipanggil untuk menjadi alatNya, jangan sampai kita salah di sana.
Gereja dipanggil untuk saling membangun, menolong, menasehati satu dengan yang lain. Bukan malah saling memegahkan diri. Tidak ada yang terlalu hebat di hadapan Tuhan, selain Tuhan sendiri. Bercerminlah pada kebenaran, maka sadarlah kita jauh dari semestinya. Memang tidaklah mudah untuk menjadi pelaku kebenaran, tapi itu adalah panggilan kita. Yesus Kristus berkata: “makananku adalah melakukan pekerjaan Bapa dan menyelesaikannya”. Maka, sudah seharusnya kita mendemontrasikan kebenaran dalam tindakan nyata, dan bukan sebaliknya, karena itulah yang seharusnya.