Menangis tidak pernah dipisahkan dari setiap insan yang tercipta di dunia ini. Mungkin karena sakit-penyakit yang tak kunjung sembuh, atau karena ditinggal pergi oleh orang yang kita sayangi, mungkin juga karena di PHK, bahkan mungkin karena tekanan hidup yang tak kunjung selesai. Salahkah ketika kita menangis? Tentu tidak. Tetapi yang menjadi persoalan, apakah tangisan kita memang pantas dan punya makna. Mari kita belajar dari tangisan Kristus!
Alkitab mencatat dalam Lukas 19:41-44: Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu (Yerusalem), Ia menangisinya, kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." Pada bagian ini, sangat beralasan ketika Yesus menangis. Murka Allah menanti umatNya. Hidup yang tidak pantas ditunjukkan oleh pemuka-pemuka agama, dimana Bait Allah dijadikan sarang penyamun. Yesus Kristus sendiri menjadi hancur hatinya, karena umat yang berdosa.
Demikian juga dalam seruan Ezra: “Sementara Ezra berdoa dan mengaku dosa, sambil menangis dengan bersujud di depan rumah Allah, berhimpunlah kepadanya jemaah orang Israel yang sangat besar jumlahnya, laki-laki, perempuan dan anak-anak. Orang-orang itu menangis keras-keras. Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: "Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel (Ezra 10:1-2). Nabi yang mencintai kebenaran, berkabung, menangis karena ketidaksetiaan umat kepada Allah. Bukankah ini menjadi spirit kita dalam ber-Tuhan.
Bagaimana dengan hidup kekristenan saat ini? Adakah kita berkabung ketika melihat dan mengetahui bahwa kita maupun orang lain melakukan dosa? Adakah kita berdukacita karena perbuatan salah kita? Masihkah kita berdoa memohon pengampunan untuk kesalahan-kesalahan yang kita perbuat? Atau sebaliknya justru kita bangga dan merasa hebat karena kita mampu berbuat sekaligus menutupi dosa-dosa kita. Ingat dan sadarlah, Jangan sampai kita memandang enteng sikap keberdosaan, karena ini akan membawa kepada penghukuman. Tidak ada yang salah ketika kita menangis, meratap dihadapan Allah karena dosa yang dilakukan, karena itu sudah seharusnya.
Kristus menangis karena perbuatan dosa umatNya, Ezra menangis karena ketidaksetiaan umat kepada Allah. Jadi, sudah sepantasnya kita menyesal, menangis dihadapan Allah, kalau kita berbuat dosa. Mengakui dosa itu penting, dan yang tidak kalah pentingnya juga adalah jangan berbuat dosa lagi.