Lahir dan besar dilingkungan keraton Surakarta, Ronggowarsito (1802-1873) dikenal sebagai pujangga cerdas dijamannya. Salah satu karya sastranya berbunyi: “Mengalami jaman gila, serba repot dalam bertindak, ikut gila tidak tahan, jika tidak ikut berbuat gila tidak memperoleh bagian hak milik, akhirnya menjadi ketaparan. Namun dari kehendak Allah, seuntung-untungnya orang yang lupa diri, masih lebih bahagia orang yang ingin waspada.” Ungkapan lain menggambarkan keedanan jaman, bagaimana laki-laki seperti perempuan, sementara perempuan seperti laki-laki. Ah, edannya jaman. Dan, bagi penyuka sastra jawa menyebut ramalan Ranggawarsito sejalan dengan realita kehidupan masa kini. Bukankah ini hebat?. Sang pujangga memang juga peramal.
Jika Ronggowarsito yang hidup dilingkungan keraton meramalkan jaman 200 tahun lalu, maka ada Paulus seorang rasul, murid Gamalel yang brilian, penghancur ajaran Kristus yang bertobat dan menjadi pengikut Yesus Kristsus. Dibilangan tahun 63, sekitar 1940 Tahun yang lampau, berbicara tentang jaman ini. Dia tak sedang meramalkannya tapi menyampaikan nubuat tentang masa depan hidup manusia. Jika ramalan itu bersifat umum, normatif, maka nubuatan bersifat spesifik, progresif. Ramalan berdasarkan keahlian seseorang, diri menjadi pusat kemampuan, sementara nubuatan berdasarkan pernyataan Tuhan, dimana diri hanya menjadi hamba penerima dan penyampai berita.
Dalam 2 Timotius 3:1-5, rasul Paulus menyampaikan bahwa jaman akhir ini akan diwarnai kesukaran hidup. Istilah manusia modern surat Paulus ini; Pesimistis, negative thinking. Tapi ternyata berita yang disampaikan Paulus benar sepenuhnya, realistis. Dengan spesifik digambarkan realita hidup ini mengerikan, dimana manusia akan; cinta diri (individualis), hamba uang (materialistis), menyombongkan diri (aroganis), pemfitnah, berontak pada orangtua, tidak tahu berterimakasih, tidak peduli agama (sekuleris), tidak tahu mengasihi (narsisis), tidak mau berdamai, suka menjelekkan, tidak dapat mengekang diri (anarkis), berkhianat, tidak pikir panjang, berlahak tahu, menuruti hawa nafsu (hedonis), dan jikapun mereka beribadah (ritual) namun memungkiri kekuatan ibadah (spritual). Ah, sebuah gambaran yang detail, sangat tepat, tentang profil kehidupan manusia masa kini dan akan datang. Konsekwensi hidup yang tidak bisa dihindarkan, tapi manusia suka bersembunyi terhadap kenyataan dengan membangun paham positive thinking, memikirkan yang baik tapi disisi lain menyangkali fakta yang ada. Apa yang disampaikan oleh rasul Paulus dengan spesifik tentang realita jaman, ribuan tahun yang lalu, tak bisa dibantah, sebaliknya harus diterima sepenuhnya agar kita bisa menempatkan diri dengan tepat, dan menjalani kehidupan ini dengan benar. Awas, jangan sampai terjebak dan menjadi korban jaman edan ini.
Sayangnya gereja masa kini justru terjebak pada isu akhir jaman seperti fenomena alam, dan berbagai isu lainnya yang ditafsir spekulatif. Sementara isu ajaran, moral, yang sangat aktual diabaikan dan nyata nyata merusak kehidupan umat. Terlalu mudah menemukan gereja yang individualis dan materialistis. Apalagi gereja dengan ritual yang wah, tapi minus spritual, dimana gereja telah berubah menjadi pusat entertaimen yang mengutamakan kepuasan emosional dan bukan jiwa. Gereja menjadi pusat dagang dimana keuntungan finansial menjadi konsen. Korupsi juga merasuki gereja. Gaya hidup borjuis dipertontonkan dan dibalut dengan kata sakti “berkat Tuhan”. Kasih kepada sesama hanya tampak sesekali di musim Natal, kehadiran dikesulitan umat kalangan bawah redup, jika tak bisa dikatakan tak terlihat. Firman Tuhan jadi bahan obrolan rohani, miskin dikenyataan.
Tampaknya Ronggowarsito lebih bijak dari gereja masa kini, sekalipun gereja memiliki kitab suci yang pemberitaan kebenarannya detail, spesifik, faktual, prgoresif, tapi umat memang lebih menyukai kenikmatan diri. Dimana kini kita berdiri? Mari bersama merenungkannya.