Kisah sedih, sekaligus menggugah banyak hati para pembaca ketika membaca dan melihat seorang nenek yang tinggal di sebuah rumah (gubuk) miliknya sendiri di salah satu desa Jawa Timur (Kompas 15 Juni 2015) Tinggal seorang diri, makan berharap belas kasihan orang lain, bahkan tak pernah memikirkan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Tiada harta, kasih sayang, kehangatan apalagi pengharapan. Menyedihkan, sekaligus menjadi perenungan kita.
Tidak dapat disangkal, entah berapa banyak lagi insan manusia yang mengalami hal yang sama di negeri tercinta Indonesia. Kita mungkin sedih, menangis saat mengetahui salah sesorang mengalami demikian, apalagi kalau itu tetangga atau anggota keluarga kita. Apa yang menjadi tindakan kita? Sebagai gereja, apa yang harus dilakukan, kalau hal itu terjadi pada teman-teman seiman kita?
Matius 20:29-34: Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya keluar dari Yerikho, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Ada dua orang buta yang duduk di pinggir jalan mendengar, bahwa Yesus lewat, lalu mereka berseru: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" Tetapi orang banyak itu menegor mereka supaya mereka diam. Namun mereka makin keras berseru, katanya: "Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!" Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka. Ia berkata: "Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab mereka: "Tuhan, supaya mata kami dapat melihat." Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia.
Belajar dari sikap Yesus Kristus. Sekalipun banyak orang melarang kedua orang buta tersebut, tetapi hal itu tidak membuat mereka berhenti meminta pertolongan Tuhan. Sehingga Yesus tampil menjadi penolong mereka. Sangat nyata, belas kasihan Yesus Kristus diwujudkan dalam tindakan. Masihkah sikap dan tindakan Kristus dimiliki oleh kita sebagai orang percaya?
Jaman memang sudah berubah, dan kadang kala orang kristenpun hanyut dalam sikap yang salah. Terlalu sering kita melihat dan merasa kasihan dengan sesama, mungkin karena kondisi (kurang beruntung seperti kita), tapi tidak ada sikap yang nyata disana. Kondisi seseorang yang lemah, kadang membuat kita membangun opini yang hebat, hanya untuk meraih pengakuan dari orang lain. Kata-kata indah terlontar dari mulut kita, tetapi jauh dari yang sesungguhnya. Semoga kita tidak menjadi orang Kristen yang munafik karena hal itu menjijikkan bagi Tuhan.
Saat ini, dibutuhkan pribadi-pribadi yang hebat dalam tindakannya. Belas kasihan harus dimaknai dengan tepat dan tanpa mengharapkan sesuatu. Sikap dan perbuatan Yesus menjadi cerminan hidup kita setiap hari. Jangan merasa kita hebat apalagi mampu untuk melakukannya. Sikap ini bukanlah hal yang mudah, tetapi sulit, namun harus dikerjakan.
Kemajuan jaman tidak akan pernah berhenti, pemahaman semakin meningkat, gaya hidup manusia pun terus berubah. Mencintai diri sendiri semakin dipertontonkan, tidak menghormati apalagi menghargai orang lain sudah menjadi hal yang biasa. Dan lebih menyakitkan lagi, sikap buruk dan jahat ini, menyebar ke seluruh lapisan ciptaan yang mulia, termasuk kita sebagai orang-orang Kristen. Namun, kehadiran Kristus dalam kehidupan ke dua orang buta, bukan hanya membuat mereka dapat melihat, tetapi juga menjadi percaya, bahkan sejak saat itu, mereka menjadi pengikut Kristus.
Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa, meneladani Kristus adalah sebuah pergumulan berat yang tidak akan pernah berhenti dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Gereja harus tampil dalam tindakan nyata, dan jangan menyepelehkannya, apalagi tidak peduli. Tuntutan Yesus Kristus kepada kita sangat jelas, yaitu: haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Ingatlah, belas kasihan Allah selalu tampak dalan tindakanNYA. Bagaimana dengan kita?