Cinta, Siapa yang tak suka membicarakan. Membayangkan saja sudah begitu bergairah, apalagi merasainya. Itu kekuatan cinta.
Cinta, membuat orang begitu bersukacita, tapi tak jarang juga membikin orang menangis lama karenanya. Ya, cinta, ada suka di sana, duka pun terselib dibaliknya. Anehnya, orang begitu suka dengan cinta. Bahkan rela “diperbudak” olehnya. Cinta tak pernah bersalah, itu benar adanya. Tapi cinta kepada apa dan siapa, itu persoalannya. Cinta yang bagaimana, yang seperti apa, itu masalahnya.
Bahasa Indonesia tidak terlalu rumit jika membincangkan soal cinta. Kata dan arti yang digunakan hanya satu saja, yang menjadi pembeda adalah obyek yang dicinta, itu saja. Tapi sama sekali berbeda jika berdiskusi soal cinta dengan menggunakan bahasa kitab suci, Yunani. Seperti sudah kita ketahui bersama, cinta dalam bahasa Yunani memiliki banyak kata dan arti atau maksud yang berbeda. Tingkatan dan penempatan cinta menjadi pembedanya. Mulai dari cinta nafsu, cinta bersaudara sampai cinta Ilahi, cinta yang sejati. Semua memiliki penempatan dan makna yang berbeda. Karenanya akan menjadi masalah kalau salah penempatan. Parah lagi kalau cinta benda, atau cinta pasangan sama seperti cinta Ilahi. Bukan saja berbahaya, tapi berdampak pada kematian kekal.
Apa itu cinta Ilahi? Bahasa Yunani menggunakan kata AGAPE untuk menyebut cinta Ilahi, cinta yang sejati. Kata ini (Agapao & AGAPE) berasal dari turunan bahasa Ibrani “AGAB” yang mengandung arti berahi atau bergairah. Sebuah gambaran relasi intim hubungan di antara dua insan. AGAb bukan kata sembarang. Seksualitas yang digambarkan pun bukan relasi seksualitas seperti yang ada dibenak orang. Kata “AGAB” dipakai dalam kitab suci (PL) sebanyak 7 kali saja. Tidak satu pun dari kata itu digunakan menunjuk pada kegairahan orang dengan orang. Kata “AGAB” sungguh sangat sakral, hanya dipakai untuk menunjuk keintiman relasi antara Manusia dengan Allah (Yeh 23:16; Yeh 23:5). Menunjuk kepada kegairahan cinta manusia kepada AllahNya, begitu juga sebaliknya. Menunjuk kepada pengikatan diri satu sama lain. Sebuah kegairahan hubungan yang menuntut komitmen dan kesetiaan diantara keduanya. Jika ada salah satu dari keduanya berhasrat atau menghasrati subyek cinta lain, hal itu adalah bentuk penyelewengan atau perselingkuhan yang tidak boleh mendapat tempat dalam cinta. Cinta sejati hanya antara dua subyek pencinta, tidak ada oknum ketiga, itu saja. Kalau sempat ada hasrat kepada subyek lain, maka silakan pilih yang mana.
Dalam suratnya yang pertama (1 Yoh 2:15), Yohanes menggunakan kata AGAPE untuk menunjukkan dua pilihan tegas, cinta kepada Allah atau lainnya.
“Janganlah kamu MENGASIHI (AGAPAO) dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang MENGASIHI (AGAPAO) dunia, maka KASIH (AGAPE) akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.” (1 Yoh 2:15)
Rasul Yohanes dengan begitu lugas, jelas dan tegas menunjukkan kepada pembacanya, kalau engkau cinta (AGAPAO) terhadap Dunia, maka sesungguhnya Cintamu kepada Allah tidak ada. Begitu juga sebaliknya, ketika engkau Cinta Kepada Allah, maka sudah seharusnya tidak lagi mencintai kepada lainnya, pun dunia. Kalau seseorang AGAPE terhadap dunia, sejatinya menunjukkan kebergairahan kepada dunia. Menunjukkan betapa seluruh hidup jiwa dan raganya diikatkan kepada dunia. Jikalau seseorang mengasihi dunia sedemikian eratnya, sedemikian melekatnya, sesungguhnya menunjukkan tidak ada lagi kasih kepada lainnya, pun Allahnya. Karena dia mencinta dunia, sama seperti dia seharusnya mencinta Allahnya.
Di sini Yohanes menunjukkan betapa berbahayanya kasih yang tidak pada tempatnya. Menunjukkan betapa berbahayanya AGAPE terhadap subyek lain kecuali Tuhannya. Bukan saja dirinya terbelenggu oleh subyek yang dicintainya, tapi juga menghambakan diri kepadanya. Sungguh, cinta seperti demikian, cinta yang bergantung dan melekat sepenuhnya selayaknya hanya untuk Allah, bukan dunia. Mana yang kita cinta? Slawi