ITA mungkin mengetahui berbagai-bagai istilah yang sudah tidak asing, sebut saja homo economicus, homo laboran, homo politicus dll. Istilah-istilah tersebut hanya ingin menegaskan sifat-sifat yang sangat mendasar dalam diri manusia yang mempengaruhi bagaimana ia
mengerti jati diri dan perannya dalam kehidupan. Homo religio merupakan istilah yang sangat dekat dengan ajaran Alkitab. Istilah tersebut mendenisikan tentang hakikat dan fungsi manusia. Dimana manusia adalah makhluk agamis. Dari hakikatnya yang terdalam ia merindukan hubungan yang serasi dengan yang lebih berkekuatan, lebih berkuasa atau superior dari dirinya. Maka manusia menamakan sesuatu yang superior itu adalah ‘tuan’ atau ‘tuhan’. Hal ini melahirkan berbagai manifestasi yang mewujud dalam kehidupan religius yang dibangun oleh manusia. Hasilnya adalah manusia menentukan sendiri ‘kebenaran’. Benar atau salah adalah diukur oleh manusia. Manusia menjadi tuan atau tuhan atas sesama dan tuan atau tuhan atas diri. Blaise Pascal abad ke-17, pernah berkata bahwa manusia yang telah rusak karena dosa dan dikuasai oleh dosa, jatuh dari harkatnya sebagai gambar Allah dan menjadi sama seperti binatang, ada benarnya.
Di dalam Alkitab, Yesus pun mengecam kehidupan orang-orang farisi, para imam dan ahli-ahli taurat yang menghambakan diri pada religius, namun mengabaikan cinta kasih kepada sesama. Dengan demikian tentu mereka mengabaikan perintah dan kebenaran Allah, yaitu Hukum Kasih, (Mat. 22; 23). Bicara soal religius, dunia Timur sangat religius disbanding dengan dunia Barat. Misalnya ada beberapa sistem kalender yang berorientasi pada sistem dan perayaan agama yang berbeda. Selain itu ada yang namanya adat istiadat yang bersumber dari takhayul seperti meminta “berkat” atau wangsit dari kubur-kubur orang yang dikeramatkan. Mungkin kita akan berkata itu kan dulu terjadi dan dilakukan di zaman yang masih kuno. Apa iya, di dunia modern manusia tidak lagi terkontaminasi dengan budaya? Dalam produk modern pengaruh-penaruh religius tentu saja masih terjadi. Mungkin kita pernah mendengar seperti, pengaturan arah bangunan, atau tidak boleh ada angka yang dianggap sial dalam gedung dsb.
Dalam Alkitab, Paulus memberikan penjelasan tentang dilema-dilema yang di hadapi oleh orang percaya orang-orang Kristen mula-mula. Misalnya jemaat di Korintus. Orang Kristen di Korintus banyak menghadapi dilema. Mereka diperhadapkan dengan dengan persoalan dimana semua daging yang dijual di pasar adalah eks korban di kuil-kuil. Jawaban Paulus membesarkan hati. Hanya Allah sejati, yang sudah menyatakan diri dalam Yesus Kristus yang berkuasa. Maka pengaruh religi lain tidak perlu ditakuti akan membawa dampak buruk. Sebab Allah dalam Kristus Yesus yang mengendalikan segala sesuatu. Di dalam kehidupan sehari-hari, bukankah kita sering menjumpai orang-orang yang menghambakan diri pada religius. Yang melakukan segala sesuatu hanya karena tuntutan religiusnya. Dan tidak jarang religius menggantikan posisi Tuhan. Atas nama menegakkan tuntutan religius, mereka melanggar hak Allah untuk mendapat hormat dan pujian dari ciptaan-Nya. Atas nama melaksanakan tuntutan religius, manusia mengkebiri dan menguburkan cinta dan kasih sayang kepada sesama. Hal ini terlihat dengan adanya perilaku-perilaku yang tidak semestinya ada dalam diri manusia yang adalah gambar dan rupa Allah. Perilaku-perilaku tersebut misalnya kebencian yang mendalam, penindasan, dan bahkan pembunuhan terhadap sesama manusia.
Ketika religius memperbudak manusia, maka manusia menjadikan diri lebih berotoritas dari pada Tuhan. Manusia menggantikan Tuhan dalam menentukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, manusia menentukan halal dan haram-nya suatu makanan. Dan untuk menegakkan religiusnya manusia tidak lagi memperhatikan religius orang lain yang berbeda dengan dirinya. Karena itu hati-hati dalam menjalani hidup keberagamaan. Sebagai orang Kristen, jangan kita terjebak dengan keagamaan Kristen, tetapi tanpa spiritualitas yang benar. Amin