Sapaan Gembala

Bermegah Dalam Kesengsaraan

Penulis : Pdt Julius Mokolomban | Sat, 10 February 2018 - 17:43 | Dilihat : 5739
Tags : Bemegah Kesengsaraan

Kesengsaraan, siapa yang menginginkannya? Cenderung manusia berusaha menghindar dan tak mau mengalaminya. Itulah realita kehidupan yang kita jalani dalam keseharian. Tetapi apa yang akan kita lakukan, ketika orang percaya harus bermegah dalam kesengsaraan?

Dalam kitab Roma dikatakan: “ Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan”(Rom. 5:3). Terkadang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak wajar tetapi justru menjadi kesukaan. Menjalani sebuah penganiayaan dengan memiliki kebanggaan di dalamnya bukankah itu hal yang mustahil? Penindasan yang terjadi dalam diri, tetapi justru menjadi sebuah kekuatan. Kesusahan dan penderitaan mewarnai kehidupan orang percaya. Dapatkah kita mampu menjalaninya?

Kebenaran mudah untuk dibicarakan bahkan diperdebatkan, tetapi sedikit bahkan hampir tidak ada yang mau melakukannya. Namun ketika seseorang dibenarkan dihadapan Allah, maka dengan sendirinya ia harus memahami, betapa luar biasa besarnya kasih Tuhan baginya. Kasih Tuhan diterima bahkan keselamatan kekal diberiNya dengan Cuma-cuma. Hal inilah yang membuat Gereja hidup menjadi berbeda. Memiliki kebanggaan sekalipun dalam kesengsaraan.

Paulus sangat menyadari apa yang telah ia terima dari Allah, sehingga tantangan apapun tidak menyurutkan semangatnya untuk hidup benar dihadapanNya. Jaminan kehidupan yang sejati, telah menjadi perisai dalam dirinya. Difitnah tidak menjadi masalah, dipukul tanpak kesalahan, dipenjarakan tanpak diadili, ia tetap memuji Tuhan. Berbeda dengan orang percaya masa kini. Teguran dianggap fitnah, kesalahan dianggap salib, menghakimi orang dibilang melayani Tuhan. Sungguh ironis!

Dalam 2Korintus 11:23-29, Paulus dengan “fulgar” menjelaskan penganiayaan badani yang ia alami. Sering dipenjarakan, disesah, dipukuli, dilempari batu, didera di luar batas, demi memelihara semua jemaat. Kesusahan dan penderitaan seakan tiada berhenti, mengalami karam kapal, terkatung-katung di tengah laut, terancam bahaya banjir, bahaya penyamun, “namun aku lebih lagi berjeri lelah tetap bekerja, melayaniNya dengan sungguh.” Kerap Paulus tidak tidur, kelaparan dan dahaga, berpuasa, kedinginan tanpa pakaian, tetapi ia tetap bermegah di dalam Tuhan. Bagaimana dengan orang percaya di Jaman ini?

Bercermin dari kehidupan Paulus, terkadang Gereja lari dari panggilannya. Kita dipanggil bukan saja untuk percaya kepada Kristus, tetapi menderita untukNya. Itulah semangat orang percaya. Kita mungkin tidak lagi mengalami seperti Paulus, namun beranikah kita melawan kesukaan diri kita, dengan fokus pada kesukaan Tuhan? Beranikah kita, mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya? Beranikah kita meninggalkan kenyamanan diri, dengan memberi diri untuk menjadi alat kesukaanNya? Keputusan untuk memuliakan Tuhan dengan sungguh, harusnya menjadi prioritas dalam diri. Sekalipun hal ini membuat kita menderita. Bermegah dalam kesengsaraan adalah proses pendewasaan iman. Dengan demikian, hiduplah dalam kebenaran, jalanilah proses kehidupan, karena jaminan keselamatan, sudah diberiNya, kepada yang dikasihiNya. Tuhan Memberkati! Pdt. Julius Mokolomban

Lihat juga

Komentar


Group

Top