“Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud” (Roma 1:2-3)
Mempelajari, memahami tentang Injil yang sesungguhnya bukanlah hal yang mudah. Membutuhkan keseriusan dalam belajar, berusaha memahaminya dengan melihat sudut pandang sang penulis kitabnya. Dituntut untuk dapat melihat latar belakang penulisan, isi kitab, tujuan dan sasarannya. Dan yang tidak kala pentingnya berdoalah dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan. Injil Allah harus dipahami dengan benar, maka kita dapat menyampaikannya dengan benar.
Paulus dipanggil untuk melaksanakan misi Ilahi, yaitu, memberitakan Injil Allah. “Euaggelion”Berarti: kabar gembira, berita baik. Hal ini terkadang menjadi sulit untuk dimengerti. Mengapa Allah memakai manusia yang berdosa untuk menyampaikan kabar baik? Lebih-lebih lagi, ketika Allah memanggil Paulus menjadi alat pemberita kabar baik. Orang yang membenci kabar baik, orang yang membinasakan pembawa kabar baik, sekarang berubah, berbicara kabar baik. Tetapi itulah kenyataannya, dimana tidak satupun dari kita mampu memahami kehendak dan rencana Allah bagi manusia.
Rencana Allah dari semula, dibuktikannya melalui karyaNya. Hal ini mengingatkan bahwa Allah tidak pernah berdusta. Injil itu telah dijanjikanNya, kini tampil menjadi kenyataan. Dikenal dengan Allah yang “transenden” (jauh) kini menjadi Allah yang“imanen”(dekat). Sungguh itulah kabar baik bagi kita. Injil dihadirkan bukan hanya dengan kekuatan (1Tes 1:5) tapi Injil itu sendiri adalah kekuatan Allah (Rom 1:16). Memberitakan injil Allah adalah hal yang sangat penting, memberitakan kabar baik itu adalah perintahNya. Ini semua menjadi tanggungjawab kita bersama. Masihkah kita memberitakan injil Allah?
Jaman sekarang, tak bisa dipungkiri, banyak orang Kristen ingin dan senang untuk belajar tentang Injil Allah, tetapi tidak dalam membritakannya. Ada yang hanya ingin tahu, ingin memenuhi otaknya, sehingga bisa berdebat dengan yang lain, tetapi sesungguhnya tidak mau menjadi saksiNya. Ada juga yang berusaha untuk memberitakan Injil Allah tetapi untuk perut dan kemuliaan diri. Semangat dibalik mimbar, tetapi bukan Injil yang disampaikan.
Setiap orang Kristen, diperintahkan menyampaikan Injil Allah dan bukan kesaksian diri” karena firman Tuhan adalah kekuatan Allah. Tak peduli diterima, ditolak atau diabaikan, sampaikanlah kabar baik itu. Ketika Yesus mengajar, semua orang heran dan takjub mendengar pengajaranNya, bahkan banyak orang bertanya, termasuk orang farisi dan ahli taurat “darimana hikmat orang ini, sehingga Ia mengajar dengan kuasa yang luar biasa? Tetapi sangat disayangkan, mereka suka bahkan kagum akan pengajaran Yesus Kristus, tetapi Kristus sendiri tidak diterima bahkan ditolak banyak orang. Sungguh ironis!
Menjadi orang percaya adalah adalah panggilan Tuhan. Jadi sudah seharusnya hidup menerima, melakukan Injil Allah. Jangan sampai kita terjebak, tahu, mengerti Injil Allah dan percaya tetapi tidak menjadi saksiNya. Kabar baik harus diberitakan karena itu sudah seharusnya. Diterima atau tidak, lakukakanlah semua itu dengan benar. Semoga kita hidup dalam kebenaran, memberitakan kebenaran, selama-lamanya. Tuhan memberkati. Pdt. Julius Mokolomban